Kamis, 17 Maret 2016

Prosesi dan Rekor Maulid Tradisi Bayan Lombok

Budaya Lombok - Kebiasaan Maulid Nabi ala adat istiadat Bayan tersebut berjalan selama dua hari. Hari awal yaitu persiapan bahan makanan dan piranti upacara yang lain yang dimaksud “kayu aiq”, sementara hari kedua adalah do’a juga makan bersama yang dipusatkan pada masjid kuno Bayan. Seluruh pelaksana prosesi ‘Mulud Kebiasaan Bayan” terdiri dari warga Desa Loloan, Desa Anyar,Desa Sukadana, Desa Senaru, Desa Karang Bajo dan Desa Bayan, yang para Desa ini sebagai kesatuan tempat Hukum adat yang disebut Komunitas Rakyat Adat istiadat Bayan.

Hitung-hitungan bermula dari ‘Sereat’ (Syari’at) Tradisi Gama di Bayan “Mulud Kebiasaan Bayan” dipertandingkan pada 2 hari setelah ketepan Kalender Islam Maulid Nabi tgl.12 Rabi’ul Pembuka tepatnya dimulai di tanggal 14-15 Rabi’ul Semula yang tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 18-19 Februari, Komunitas Seluruh kalangan Hukum adat Sasak Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, sejumlah seluruh kalangan hukum adat bersiap-siap melakukan rangkaian aktifitas perayaan Maulid Nabi yang dimainkan melalui adat istiadat,seluruh kalangan adat setempat biasa menyebutnya dan “Mulud Adat”.

Prosesi dan Rekor Maulid Tradisi Bayan Lombok

 Mulai pagi hari Rakyat Tradisi Bayan berbondong-bondong ke "Kampu" merupakan desa asli atau area yang pertama didiami tetapi suku sasak Islam Bayan, mereka menyerahkan sebagian sumber penghasilannya dari hasil global seperti, padi, beras, ketan, kelapa, sayur-sayuran, buah-buahan,dengan hewan ternak sejalan “batun dupa” (uang) serta mengakui nadzarnya buat “Inan Menik” sebagai seorang perempuan yang menerima hasil dunia dari seluruh warga nantinya hasil dunia tersebut akan diolah menjadi hidangan (tontonan ) untuk dihaturkan untuk ulama dengan tokoh hukum adat sasak Bayan dikeesokan hari dalam hari menuju dua Mulud Hukum adat, sebuah tersebut ialah bentuk rasa syukur warga menghadapi penghasilannya, selanjutnya “Inan Menik” memberikan tanda pada dahi warga adat istiadat dan “mamaq” dari sirih merupakan ritual penandaan anak kebiasaan yang disebut “Menyembeq".

Selanjutnya Seluruh kalangan Hukum adat Bayan bahu membahu membersihkan tempat yang dimaksud Balen Unggun (lokasi sekam/dedak), Balen Tempan (Tempat alat-alat penumbuk padi), membersihkan Rantok (lokasi menumbuk padi), membersihkan lokasi Gendang gerantung, yang lain sebagian dari deretan publik Adat istiadat menjemput gamelan Gendang Gerantung, setibanya Gendang Gerantung pada tempat yang telah ditawarkan dipertemukan aktivitas ritual selamatan penyambutan serta serah menerima dengan ngaturan Lekes Buaq (sirih serta pinang), selanjutnya aktifitas ritual “Taikan Mulud” (Rangkaian Mulud Tradisi dimulai).

Perkiraan ketika ‘gugur kembang waru’ (satu kota jam 15.30 keadaan setempat) Seluruh wanita memulai “Menutu Pare” (menumbuk padi) bergerombol membuka berirama dengan menggunakan Tempan terbuat dari bambu panjang ditempat menumbuk padi yang berbentuk semacam lesung perahu yang disebut “Menutu” (menumbuk). Di saat yang bersamaan diiringi serta gamelan Gendang Gerantung khas Desa Bayan, sebagian kaum laki-laki menggilai bambu tutul demi dijadikan yaitu umbul-umbul yang akan dipajang pada setiap pojok masjid kuno Bayan aktifitas tersebut disebut “Tunggul” yang dipimpin tetapi satu pemangku yang dimaksud “Melokaq Penguban” selepas memperoleh restu dengan pemberian lekoq buaq (sirih dengan pinang) menurut “Inan Menik”, lekoq buaq inilah yang dijadikan adalah alat bertabiq (permisi) menurut pohon bambu yang bakal ditebang.

Prosesi dan Rekor Maulid Tradisi Bayan Lombok

Malam harinya bertepatan dan bulan purnama dimana tunggul (umbul-umbul) telah terpasang di setiap pojok masjid Kuno, semua ketua Hukum adat dan Agama mulai “Ngengelat” merupakan mendandani di ruangan Masjid Kuno serta symbol-simbol sarat makna, dan setelah itu disaat para peserta gamelan sudah mengakses post Masjid Kuno Bayan pertanda aktivitas bertarungnya dua orang warga pria serta memakai rotan (Temetian) sebagai media pemukul dan perisai merupakan pelindungnya yang terbuat dari kulit sapi, akan segera dimulai, pagelaran yang biasa dimaksud “Presean” ini biasa dipertemukan menurut semua “Pepadu” atau orang yang dihandalkan pada permainan ini, namun dalam event Mulud Adat istiadat itu siapa saja yang berhasrat dipersilahkan, atau warga yang bernadzar bahwa ketika Mulud Adat istiadat dia akan berlaga. Aksi yang dilangsungkan hebat didepan Masjid Kuno Bayan tersebut, tidak didasari rasa dendam dengan terasa raksasa namun bagian dari ritual juga hiburan dengan bila satu diantaranya peserta terluka, atau mengundurkan diri mereka mesti meminta maaf dengan bersalaman sehabis performa. Ini ialah kebiasaan ritual juga hiburan Mulud Adat istiadat yang dipertemukan sejak berabad-abad lamanya.

Pada hari kedua 15 Rabi’ul pembuka warga perempuan tradisi memulai kegiatannya dengan “menampiq beras” yaitu membersihkan beras yang sudah di “Tutu” atau di “Rantok” yang kemudian serta aktivitas “Misoq Beras” (mencuci beras) dengan iring-iringan panjang segala perumpuan adat dan rapi berbaris serta bakul beras dikepala menuju hal mata air Lokoq Masan Segah namanya yang memang dikhusukan demi mencuci beras dikala ritual dilaksanakan. Jarak mata air itu sekota 400 meter dari ‘Kampu”. Prasayarat para pencuci beras itu ialah perempuan dalam situasi suci (bukan pada masa haid), sepanjang jalan berpantang untuk berbicara, tidak boleh menoleh juga memangkas alternatif barisan. Selepas beras dicuci kemudian dimasak menjadi nasi tibalah saatnya untuk “Mengageq” merupakan menata hidangan diatas sebuah tempat yang dibuat dengan dirancang sedemikian rupa yang dimaksud “Ancaq”

Dalam sore harinya, “Praja Mulud” atau seluruh pemuda Adat istiadat yang telah didandani menyerupai dua pasang pengantin diring beramai-ramai dari rumah “Pembekel Beleq Bat Orong” (Pemangku tradisi dari Bayan Barat) menuju Masjid Kuno serta mendapatkan sajian yang berupa hidangan seperti nasi dengan lauk pauknya . “Praja Mulud” ini mengambarkan proses terajdinya perkawinan langit serta global, Adam serta Hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten yang ditemui oleh pranata-pranata kebiasaan Bayan.

Prosesi dan Rekor Maulid Tradisi Bayan Lombok

Setibanya dalam masjid selanjutnya salah seorang pemuka agama memimpin do’a. Setelah do’a aktifitas dan juga makan bersama yang dikuti seluruh jama’ah atau warga tradisi yang dari kemudian untuk menyantap hidangan yang sudah disediakan.itu ialah wujud rasa syukur warga adat istiadat sasak Bayan untuk para ulama sekaligus menjadi puncak aktifitas perayaan kelahiran Nabi Muhammad S.A.W yang dirayakan memasuki tradisi Bayan.

BAYAN Juga PEMALIQ LEKET

Bayan yang letaknya pada Kabupaten Pulau Lombok Utara yaitu daerah pembuka masuknya Islam dalam Pulau Lombok, yang dibawa tetapi seluruh Wali Songo terbukti dari datangnya Masjid Kuno Bayan sebagai masjid semula dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di era menuju 16 dalam Pulau Lombok, kemudian terjadilah penggabungan antara hukum adat sasak dan agama Islam. Pada areal masjid yang bentuk bangunannya selalu selalu tradisional ini dikelilingi oleh bermacam maqam segala leluhur penyebar agama Islam di Pulau Lombok seprti maqam Gauz Abdul Razak yang disebut makam Reaq letaknya dalam barat daya masjid, maqam Titik Mas Pelawangan pada bagian selatan masjid, maqam Titik Mas Penghulu dibagian timur laut masjid berderet kearah barat maqam Sesait, maqam Karang Salah serta Makam Desa Anyar.

Konstruksi atap masjid kuno Bayan mencerminkan tingginya penguasaan ilmu pengetahuan juga teknologi rakyat tradisi Bayan. Atap bangunan dengan kemiringan yang amat tajam tampaknya mempercepat minusnya air hujan menuju tanah.

Menapaki jendela masjid itu segala pemeluk memperlihatkan penghormatannya pada seorang Khalik dan berjalan menunduk. Memang pintu masjid ini nyaris tidak terlihat sebab atapnya yang menjurai kebawah satu kota satu meter dari seantero tanah. Ini membuat orang yang masuk ingin bukan hendak mesti menundukkan kepala. Sikap menunduk ditambah larangan-larangan tadi, ialah symbol penghormatan serta pengabdian di Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa betapa kecilnya manusia di hadapan Sosok Khaliq, serta shalat itu juga sesungguhnya trik menghambakan diri di Si Pencipta. Bersua kehendaknya manusia itu ada, juga kepada-Nya pula manusia bakal kembali.

“Pemaliq Leket” ialah hal yang tabu demi dijumpai, seandainya dilanggar maka akan berdampak bagi kemalangan kepada pelanggarnya. Dalam bahasa Sasak di umumnya dan disebut “Tulah Manuh” atau Kualat. Ketaatan masyarakat adat istiadat Bayan kepada tradisi serta agama tersebut terlihat pula saat mengunjungi lokasi tinggal para pimpinannya. Misalnya untuk membuka kampu yang dihuni tokoh agama (Maq Lebe juga Inaq Lebe) serta tokoh Adat istiadat (Maq Lokaq dengan Inaq Lokaq) siapapun ia diharuskan menngenakan pakaian hukum adat Sasak Bayan semacam sarung, ikat kepala (sapuq) dan tanpa baju kepada seluruh pria, dan semacam kemben (Jawa) demi wanita. Selain tersebut komunitas hukum adat Bayan dengan dilarang menikmati pakaian pada dengan perhiasan. Regulasi yang sama berlaku juga seumpama orang mengakses masjid kuno.

Demikianlah prosesi Maulid Nabi ala Adat istiadat Bayan, yang bagi peneliti kelebihan Bayan mungkin jadi inspirasi dan alat keilmuan yang tiada berkesudahan. Menurut para tamu pengunjung, dari Bayan mereka bakal menerima suguhan unik serta sarat makna yang dimanapun dengan kapanpun bukan sukses dijumpai dalam luar Pulau Lombok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar